BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa persoalan kalam yang
pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan
kafir, dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih tetap
dalam islam. Persoalan ini kemudian menjadi perbincangan aliran besar. Kerangka
berpikir yang digunakan tiap-tiap aliran ternyata mewarnai pandangan mereka
tentang status pelaku dosa besar. Teologi islam atau ilmu kalam sebagai
disiplin ilmu pengetahuan, baru muncul sekitar abad ke-3 H. Hal ini sama sekali
bukan berarti aspek akidah atau teologi tidak mendapat perhatian dalam ajaran
Islam atau ilmu-ilmu keislaman, bahkan sebaliknya dalam agama Islam aspek
akidah merupakan inti ajarannya.
Agenda persoalan yang pertama timbul dalam teologi Islam
adalah masalah iman dan kufur. Persoalan itu dimunculkan pertama kali oleh kaum
khawarij tatkala mencap kafir sejumlah tokoh sahabat nabi Saw yang dipandang
telah berbuat dosa besar. Masalah ini dikembangkan oleh khawarij dengan tesis
utamanya bahwa setiap pelaku dosa besa adalah kafir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masalah Pelaku Dosa Besar
Ketika Nabi Muhammad Saw masih
hidup, semua persoalan agama dapat dinyatakan kepada beliau secara langsung.
Dan jawaban tersebut dapat diperoleh secara langsung dari Rasulullah SAW. Para
sahabat dan kaum muslimin percaya dengan sepenuh hati, bahwa apa yang diterima
dan disampaikan oleh Nabi adalah berdasarkan wahyu Allah.
Dalam masalah akidah atau
teologi, umat Islam pada masa Nabi Saw tidak terjadi perpecahan atau
pengelompokkan, mereka semua bersatu dalam masalah akidah sampai pada masa dua
kepemimpinan khulafaurrasidin, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar
As-Siddik dan Khalifah Umar bin Khatab. Persoalan teologi dalam umat Islam
memang bukan merupakan persoalan yang muncul sebagai persoalan teologis. Namun
persoalan teologi dalam umat Islam muncul dikarenakan isu persoalan politik
yang melahirkan peristiwa pembunuhan Usman bin Affan sebagai khalifah Umat
Islam yang sah. Dan dalam peristiwa pembunuhan tersebut yang terlibat langsung
adalah umat Islam.[1]
Ternyata persoalan pertama
yang muncul dalam Islam justru persoalan politik yang kemudian disusun
persoalan teologi. Persoalan ini menimbulkan beberapa aliran teologi dalam
Islam yaitu:
a. Aliran Khawarij
Semua pelaku dosa besar menurut semua subsekte khawarij,
kecuali najdah, adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya. Walaupun
secara umum subsekte aliran khawarij sependapat bahwa pelaku dosa besar
dianggap kafir, masing-masing berbeda pendapat tentang pelaku dan dosa besar.
Menurut Al-Muhakimat, Ali, Muawiyah, kedua pengantarnya (Amr bin Al-Ash dan Abu
Musa Al-Asy'ari) dan semua orang yang menyetujui arbitrase adalah bersalah dan
menjadi kafir. Hukum kafir ini pun mereka luaskan artinya sehingga termasuk
orang yang berbuat dosa besar. Sementara itu As-Sufriah[2]
membagi dosa besar dalam 2 bagian, yaitu dosa yang sanksinya di dunia, seperti
membunuh dan berzina, dan dosa yang tak ada sanksiny di dunia seperti
meninggalkan shalat dan puasa.
b. Aliran Murji'ah
Pandangan aliran murji'ah
tentang status pelaku dosa besar dapat ditelusuri dari definisi iman yang
dirumuskan oleh mereka. Tiap-tiap sekte murji'ah berbeda pendapat dalam
merumuskan definisi iman itu sehingga pandangan tiap-tiap subsekte tentang
status pelaku dosa besar pun berbeda-beda pula.
Secara garis besar,
sebagaimana telah dijelaskan, subsekte Murji'ah dapat dikategorikan dalam dua
kategori: ekstrim dan moderat, Harun Nasution berpendapat bahwa subsekte
Murji'ah yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak
di dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya merupakan refleksi
dari apa yang ada di dalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan
seseorang yang menyimpang dari akidah agama tidak menggeser atau merusak
keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna di mata Tuhan.[3]
Di dalam kalangan Murji'ah
yang berpendapat serupa di atas adalah subsekte Al-Jamiyah, As-Salihiyah, dan
Yunusiah. Mereka berpandangan bahwa iman adalah tasdiq secara kalbu saja atau
dengan kata lain, ma'rifah (mengetahui) Allah dengan kalbu, bukan secara
demonstrative, baik dalam ucapan maupun tindakan.[4]
Adapun murji'ah moderat ialah
mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir.
Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal di dalamnya, bergantung pada ukuran
dosa yang dilakukannya. Masih terbukan kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni
dosanya sehingga ia bebas dari siksaan neraka. Di antara subsekte Murji'ah yang
masuk dalam kategori ini adalah Abu Hanifah dan pengikutnya. Pertimbangannya,
pendapat Abu Hanifah tentang pelaku dosa besar dan konsep iman tidak jauh
berbeda dengan kelompok Murji'ah moderat lainnya. Ia berpendapat bahwa pelaku
dosa besar masih tetap mukmin, tetapi dosa yang diperbuatnya bukan berarti
tidak berimplikasi. Seandainya masuk neraka, karena Allah menghendakinya, ia
akan kekal di dalamnya.[5]
c. Aliran Muktazilah
Kemunculan aliran Mu'tazilah
dalam pemikiran teologi Islam diawali oleh masalah yang hampir sama dengan
kedua aliran yang telah dijelaskan di atas, yaitu mengenai status pelaku dosa
besar, apakah masih beriman atau telah menjadi kafir. Perbedaannya, bila khawarij
mengafirkan pelaku dosa besar dan murji'ah memelihara keimanan pelaku dosa
besar. Mu'tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku
dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang
sangat terkenal, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa
besar, menurut Mu'tazilah berada di posisi tengah di antara posisi mukmin dan
posisi kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertobat, ia akan
dimasukkan ke neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan diterimanya
lebih ringan daripada siksaan orang kafir.
d. Aliran Asy'ariyah
Terhadap pelaku dosa besar,
agaknya Al-Asy'ari, sebagai wakil Ahl As-Sunnah, tidak mengafirkan orang-orang
yang sujud ke Baitullah (ahl Al-Qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti
berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman
dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi,
jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan
(halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.
Adapun balasan di akhirat kelak
bagi pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat bertobat, maka
menurut Al-Asy'ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Esa
Berkehendak Mutlk. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar
itu mendapat syafaat Nabi SAW. sehingga terbebas dari siksaan neraka atau
kebalikannya, yaitu Tuhan memberinya siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa
yang dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang
kafir lainnya. Setelah penyiksaan terhadap dirinya selesai, ia akan dimasukkan
ke dalam surga.
e. Aliran Maturidiyah
Aliran Maturidiyah, baik
Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap
sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang
diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia.
Jika ia meninggal tanpa tobat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan
sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar itu
diampuni, ia akan memasukkannya ke neraka, tetapi tidak kekal di dalamnya.
F.
Aliran Syi'ah Zaidiyah
Penganut Syi'ah Zaidiyah percaya bahwa orangyang
melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka, jika ia belum taubat dengan taubat sesugguhnya. Dalam hal ini,
Syi'ah Zaidiyah memang dekat dengan Mu'tazilah. Ini bukan suatu yang aneh
mengingat Wasil bin atha, salah seorang pemimpin Mu'tazilah, mempunyai hubungan
dengan zaid. Moojan momen bahkan mengatakan bahwa zaid pernah belajar kepada
wasil bin atha.
BAB III
KESIMPULAN
Sebagaimana telah dijelaskan
bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang
kafir dan siapa yang bukan kafir, dalam arti siapa yang telah keluar dari islam
dan siapa yang masih tetap dalam islam. Persoalan ini kemudian menjadi
perbincangan aliran besar. Kerangka berpikir yang digunakan tiap-tiap aliran
ternyata mewarnai pandangan mereka
tentang status pelaku dosa besar.
Beberapa aliran teologi Islam
yaitu:
a. Aliran khawarij
b. Aliran Murji'ah
c. Aliran Mu'tazilah
d. Aliran Asy'ariyah
e. Aliran Maturidiyah
f. Aliran Syi'ah Zaidiyah
Agenda persoalan yang pertama timbul dalam teologi Islam
adalah masalah iman dan kufur. Persoalan itu dimunculkan pertama kali oleh kaum
khawarij tatkala mencap kafir sejumlah tokoh sahabat nabi Saw yang dipandang
telah berbuat dosa besar. Masalah ini dikembangkan oleh khawarij dengan tesis
utamanya bahwa setiap pelaku dosa besa adalah kafir.
DAFTAR PUSTAKA
Rozak,
Abdul dan Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. (Bandung: Pustaka Setia, 2007), cet 3.
Ahmad,
Muhammad. Tauhid Ilmu Kalam. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998).
Amuli,
Sayyid Haidar. Dari Syari'at Menuju Hakikat. (Bandung: Mizan, 2005), cet
I.