Selasa, 06 Desember 2011

pelaku dasa basar

BAB I
PENDAHULUAN

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir, dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih tetap dalam islam. Persoalan ini kemudian menjadi perbincangan aliran besar. Kerangka berpikir yang digunakan tiap-tiap aliran ternyata mewarnai pandangan mereka tentang status pelaku dosa besar. Teologi islam atau ilmu kalam sebagai disiplin ilmu pengetahuan, baru muncul sekitar abad ke-3 H. Hal ini sama sekali bukan berarti aspek akidah atau teologi tidak mendapat perhatian dalam ajaran Islam atau ilmu-ilmu keislaman, bahkan sebaliknya dalam agama Islam aspek akidah merupakan inti ajarannya.
Agenda persoalan yang pertama timbul dalam teologi Islam adalah masalah iman dan kufur. Persoalan itu dimunculkan pertama kali oleh kaum khawarij tatkala mencap kafir sejumlah tokoh sahabat nabi Saw yang dipandang telah berbuat dosa besar. Masalah ini dikembangkan oleh khawarij dengan tesis utamanya bahwa setiap pelaku dosa besa adalah kafir.












BAB II
PEMBAHASAN


A.    Masalah Pelaku Dosa Besar
Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, semua persoalan agama dapat dinyatakan kepada beliau secara langsung. Dan jawaban tersebut dapat diperoleh secara langsung dari Rasulullah SAW. Para sahabat dan kaum muslimin percaya dengan sepenuh hati, bahwa apa yang diterima dan disampaikan oleh Nabi adalah berdasarkan wahyu Allah.
Dalam masalah akidah atau teologi, umat Islam pada masa Nabi Saw tidak terjadi perpecahan atau pengelompokkan, mereka semua bersatu dalam masalah akidah sampai pada masa dua kepemimpinan khulafaurrasidin, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-Siddik dan Khalifah Umar bin Khatab. Persoalan teologi dalam umat Islam memang bukan merupakan persoalan yang muncul sebagai persoalan teologis. Namun persoalan teologi dalam umat Islam muncul dikarenakan isu persoalan politik yang melahirkan peristiwa pembunuhan Usman bin Affan sebagai khalifah Umat Islam yang sah. Dan dalam peristiwa pembunuhan tersebut yang terlibat langsung adalah umat Islam.[1]
Ternyata persoalan pertama yang muncul dalam Islam justru persoalan politik yang kemudian disusun persoalan teologi. Persoalan ini menimbulkan beberapa aliran teologi dalam Islam yaitu:
a.      Aliran Khawarij
Semua pelaku dosa besar menurut semua subsekte khawarij, kecuali najdah, adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya. Walaupun secara umum subsekte aliran khawarij sependapat bahwa pelaku dosa besar dianggap kafir, masing-masing berbeda pendapat tentang pelaku dan dosa besar. Menurut Al-Muhakimat, Ali, Muawiyah, kedua pengantarnya (Amr bin Al-Ash dan Abu Musa Al-Asy'ari) dan semua orang yang menyetujui arbitrase adalah bersalah dan menjadi kafir. Hukum kafir ini pun mereka luaskan artinya sehingga termasuk orang yang berbuat dosa besar. Sementara itu As-Sufriah[2] membagi dosa besar dalam 2 bagian, yaitu dosa yang sanksinya di dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa yang tak ada sanksiny di dunia seperti meninggalkan shalat dan puasa.

b.      Aliran Murji'ah
Pandangan aliran murji'ah tentang status pelaku dosa besar dapat ditelusuri dari definisi iman yang dirumuskan oleh mereka. Tiap-tiap sekte murji'ah berbeda pendapat dalam merumuskan definisi iman itu sehingga pandangan tiap-tiap subsekte tentang status pelaku dosa besar pun berbeda-beda pula.
Secara garis besar, sebagaimana telah dijelaskan, subsekte Murji'ah dapat dikategorikan dalam dua kategori: ekstrim dan moderat, Harun Nasution berpendapat bahwa subsekte Murji'ah yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya merupakan refleksi dari apa yang ada di dalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari akidah agama tidak menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna di mata Tuhan.[3]
Di dalam kalangan Murji'ah yang berpendapat serupa di atas adalah subsekte Al-Jamiyah, As-Salihiyah, dan Yunusiah. Mereka berpandangan bahwa iman adalah tasdiq secara kalbu saja atau dengan kata lain, ma'rifah (mengetahui) Allah dengan kalbu, bukan secara demonstrative, baik dalam ucapan maupun tindakan.[4]
Adapun murji'ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal di dalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya. Masih terbukan kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga ia bebas dari siksaan neraka. Di antara subsekte Murji'ah yang masuk dalam kategori ini adalah Abu Hanifah dan pengikutnya. Pertimbangannya, pendapat Abu Hanifah tentang pelaku dosa besar dan konsep iman tidak jauh berbeda dengan kelompok Murji'ah moderat lainnya. Ia berpendapat bahwa pelaku dosa besar masih tetap mukmin, tetapi dosa yang diperbuatnya bukan berarti tidak berimplikasi. Seandainya masuk neraka, karena Allah menghendakinya, ia akan kekal di dalamnya.[5]

c.      Aliran Muktazilah
Kemunculan aliran Mu'tazilah dalam pemikiran teologi Islam diawali oleh masalah yang hampir sama dengan kedua aliran yang telah dijelaskan di atas, yaitu mengenai status pelaku dosa besar, apakah masih beriman atau telah menjadi kafir. Perbedaannya, bila khawarij mengafirkan pelaku dosa besar dan murji'ah memelihara keimanan pelaku dosa besar. Mu'tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu'tazilah berada di posisi tengah di antara posisi mukmin dan posisi kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertobat, ia akan dimasukkan ke neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan diterimanya lebih ringan daripada siksaan orang kafir.

d.      Aliran Asy'ariyah
Terhadap pelaku dosa besar, agaknya Al-Asy'ari, sebagai wakil Ahl As-Sunnah, tidak mengafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (ahl Al-Qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi, jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.
Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat bertobat, maka menurut Al-Asy'ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Esa Berkehendak Mutlk. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar itu mendapat syafaat Nabi SAW. sehingga terbebas dari siksaan neraka atau kebalikannya, yaitu Tuhan memberinya siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang kafir lainnya. Setelah penyiksaan terhadap dirinya selesai, ia akan dimasukkan ke dalam surga.

e.      Aliran Maturidiyah
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa tobat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, ia akan memasukkannya ke neraka, tetapi tidak kekal di dalamnya.

       F.  Aliran Syi'ah Zaidiyah
            Penganut Syi'ah Zaidiyah percaya bahwa orangyang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka, jika ia belum taubat  dengan taubat sesugguhnya. Dalam hal ini, Syi'ah Zaidiyah memang dekat dengan Mu'tazilah. Ini bukan suatu yang aneh mengingat Wasil bin atha, salah seorang pemimpin Mu'tazilah, mempunyai hubungan dengan zaid. Moojan momen bahkan mengatakan bahwa zaid pernah belajar kepada wasil bin atha.

BAB III
KESIMPULAN

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir, dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih tetap dalam islam. Persoalan ini kemudian menjadi perbincangan aliran besar. Kerangka berpikir yang digunakan tiap-tiap aliran ternyata  mewarnai pandangan mereka tentang status pelaku dosa besar.
Beberapa aliran teologi Islam yaitu:
a.      Aliran khawarij
b.      Aliran Murji'ah
c.      Aliran Mu'tazilah
d.      Aliran Asy'ariyah
e.      Aliran Maturidiyah
f.       Aliran Syi'ah Zaidiyah
Agenda persoalan yang pertama timbul dalam teologi Islam adalah masalah iman dan kufur. Persoalan itu dimunculkan pertama kali oleh kaum khawarij tatkala mencap kafir sejumlah tokoh sahabat nabi Saw yang dipandang telah berbuat dosa besar. Masalah ini dikembangkan oleh khawarij dengan tesis utamanya bahwa setiap pelaku dosa besa adalah kafir.










DAFTAR PUSTAKA


Rozak, Abdul dan Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. (Bandung: Pustaka Setia, 2007), cet 3.

Ahmad, Muhammad. Tauhid Ilmu Kalam. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998).

Amuli, Sayyid Haidar. Dari Syari'at Menuju Hakikat. (Bandung: Mizan, 2005), cet I.




































[1]  Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, Bandung, pustaka Setia, hal. 142
[2]  Anwar Rosihan, Ilmu Kalam, Bandung, Pustaka Setia, hal. 135


[5]  Abu Hanifah, Al-Fiqh Al-Akbar, Al-Amirah Asy-Syarafiyah, Mesir, 1324 H, hal. 5-6
pelaku dosa besar